Sabtu, 21 Januari 2012

SkripsiKu


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Adanya perubahan kurikulum membawa implikasi terjadinya perubahan pada proses pembelajaran. Perubahan yang dimaksud adalah dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah/tanya jawab ke proses pembelajaran yang menggunakan beragam metode-metode pembelajaran yang terbukti secara efisien dapat merubah pola pikir peserta didik yang secara langsung berdampak pada meningkatnya hasil belajar fisika peserta didik, dan memberikan peranan yang besar terhadap kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta didik selama proses pembelajaran secara menyeluruh.

 
Kenyataannya, sebagian besar peserta didik menganggap bahwa fisika adalah ilmu yang tidak mudah. Fakta telah menunjukkan bahwa fisika adalah pelajaran yang menakutkan dan menegangkan sehingga sebagian besar peserta didik menganggapnya sebagai momok di sekolah dan tidak termotivasi untuk mempelajari fisika. Pandangan yang demikian itulah yang menyebabkan sebagian besar peserta didik tidak berminat mempelajari fisika. Masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar disebabkan kurangnya hubungan yang komunikatif antara pendidik dan peserta didik serta peserta didik dengan peserta didik lainnya sehingga proses interaksi menjadi vakum, padahal proses belajar mengajar dipengaruhi oleh perilaku saling interaksi. Oleh sebab itu, perlu penerapan metode, strategi atau model yang bervariasi dalam pembelajaran fisika, sehingga peserta didik tidak menganggap bahwa fisika adalah sesuatu yang perlu ditakuti karena mata pelajaran fisika sebenarnya menarik dan sangat dekat dengan kehidupan nyata.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Keberhasilan peningkatan mutu pendidikan khususnya fisika tergantung dari berbagai faktor, antara lain peserta didik itu sendiri, materi pelajaran, pendidik dan orang tua, strategi belajar mengajar yang disiapkan oleh pendidik, paling tidak pendidik menguasai materi yang diajarkan dan terampil dalam mengajarkannya.
Hal ini tergantung dari metode dan pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Jadi pendekatan yang perlu dikembangkan sebagai alternatif yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan agar proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien adalah metode yang benar-benar melibatkan peserta didik selama proses belajar berlangsung.
Melalui observasi yang dilakukan terungkap, bahwa SMP Muhammadiyah 12 Makassar mengalami permasalahan yang pada umumnya sama dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas.
Hal ini disebabkan karena pembelajaran fisika di sekolah menengah masih didominasi oleh pendidik (teacher center) yang berakibat timbul rasa jenuh pada peserta didik ketika menerima pelajaran, dimana aktivitas peserta didik hanya mencatat, mendengar, dan sedikit bertanya sehingga peserta didik menganggap bahwa mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang sulit, bahkan merupakan mata pelajaran yang kurang menarik dan sangat membosankan. Hal ini berakibat pada rendahnya hasil belajar fisika yang sering dijadikan indikator rendahnya mutu pendidikan di sekolah tersebut. 
Dengan demikian, untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik maka dibutuhkan metode dan pendekatan  pembelajaran yang lebih baik dan sesuai dengan minat dan kemampuan peserta didik secara keseluruhan.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan mengangkat judul “Penerapan Metode  Team Work dengan Pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR) Dalam Pembelajaran Fisika Peserta Didik Kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar.”
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Seberapa besar hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?
2.      Seberapa besar hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?
3.      Seberapa besar hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?
4.      Seberapa besar hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?
5.      Seberapa besar hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?
6.      Seberapa besar hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik, setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?
7.      Apakah terdapat perbedaan  signifikan antara hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR) dan setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?
8.      Apakah terdapat perbedaan  signifikan antara hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)  dan setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?
9.      Apakah terdapat perbedaan  signifikan antara hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR) dan setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)?  
C.   Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.             Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
2.             Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
3.             Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik, sebelum menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
4.             Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makasssar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
5.             Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
6.             Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik , setelah menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
7.             Untuk mengetahui perbedaan signifikan antara hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif sebelum dan setelah diajar dengan menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
8.             Untuk mengetahui perbedaan signifikan antara hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif sebelum dan setelah diajar dengan menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
9.             Untuk mengetahui perbedaan signifikan antara hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMA Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik sebelum dan setelah diajar dengan menerapkan metode  Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
D.   Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini di antaranya adalah:
1.             Penentu kebijakan, dalam hal ini Kepala SMP Muhammadiyah 12 Makassar sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan proses pembelajaran dan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam usaha peningkatan kualitas sekolah.
2.             Pendidik, sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan,
3.             Bagi peneliti, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung untuk meningkatkan pemahaman terhadap mata pelajaran fisika.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.                Pembelajaran IPA Fisika di SMP
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

 
Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun Sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar  secara sistematis, sehingga fisika bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pelajaran fisika  diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memaahami alam sekitar secara ilmiah.
Dengan demikian, proses pembelajaran IPA fisika di SMP lebih ditekankan pada keterampilan proses, sehingga peserta didik dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori-teori dan sikap ilmiah peserta didik itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.
a.         Tujuan Mata Pelajaran IPA  di SMP
Mata pelajaran IPA di SMP bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)        Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaannya.
2)        Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3)        Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4)        Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.
5)        Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.
6)        Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7)        Meningkatkan pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya.

b.        Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fisika di SMP
Bahan kajian fisika untuk SMP merupakan kelanjutan dari bahan kajian IPA SD meliputi aspek-aspek berikut:
1)        Materi dan sifatnya
2)        Energi dan perubahannya
3)        Bumi dan alam semesta
c.         Hakikat  Pembelajaran Fisika
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep (Trianto, 2010:137). Sehingga dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.

Menurut Prihantoro (Trianto, 2010:142) bahwa, merujuk pada hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain:
a)        Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut    langkah-langkah metode ilmiah.
b)        Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
c)        Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik kaitannya dalam pelajaran maupun dalam kehidupan.
Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA fisika diharapkan dapat memberikan:
1.      Meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan kerteraturan alam ciptaannya.
2.      Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengerahui antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4.      Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.
5.      Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.
6.      Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7.      Meningkatkan pengetahuan mengenai konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya (Depdiknas dalam Trianto, 2010:143).
B.            Landasan Model / Strategi Pembelajaran
a.    Landasan Spiritual dalam Pendidikan
Landasan spiritual merupakan landasan yang paling mendasari dari landasan-landasan pendidikan, sebab landasan spiritual merupakan landasan yang diciptakan oleh Allah SWT, yakni Tuhan yang Maha Kuasa. Landasan spiritual itu berupa firman Allah SWT dalam kitab suci Al Qur’an dan Al Hadits berupa risalah (tuntunan) yang dibawakan oleh Rasulullah (utusan Allah) yakni Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam (SAW) untuk umat manusia, berisi tentang tuntunan-tuntunan atau pedoman hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat nanti, serta merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan tentang pentingnya suatu pengetahuan. Seperti dalam Surat Az-Zumar ayat 9 yang berbunyi :
“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
Ayat diatas mengisyaratkan pentingnya belajar atau berpengetahuan. Perbandingan antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui sangat jelas. Bahkan dijelaskan bahwa hanya orang-orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran.
     Ayat yang lain yaitu pada surah Al- Isra’ ayat 36 yang artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Demikian pula, Hadits Nabi tentang kewajiban mencari ilmu:
“ Mencari ilmu diwajibkan bagi kaum muslim laki-laki dan perempuan” (HR.
Bukhori Muslim).”
Agar manusia tidak tersesat, terutama bagi orang-orang yang beriman. Nabi Muhammad SAW berpesan melalui Hadits yang artinya,
“Telah aku tinggalkan dua perkara yang apabila engkau memegang teguh keduanya, engkau tidak akan tersesat, kedua perkara itu adalah Kitabullah (Al
Qur’an) dan Sunnah Nabi (Al Hadits).”
Pada Landasan spiritual terdapat pula tuntunan untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akherat, sebagaimana pada Hadits Nabi Muhammad SAW, artinya;
“Barang siapa menginginkan kebahagiaan dunia, maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan kebahagiaan akherat, maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya (kebahagiaan dunia dan akherat), maka dengan ilmu.”
b.   Landasan Filsafat dalam Pendidikan
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah bependidikan itu? Mengapa pendidikan itu diperlukan? Apa yang seharusnya menjadi tujuanya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafah). Filsafat telah ada sejak manusia itu ada (Pidarta, 2001). Manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat sudah memiliki gambaran dan cita-cita yang mereka kejar dalam hidupnya, baik secara individu maupun secara kelompok. Gambaran dan cita-cita itu yang mendasari adat istiadat suatu suku atau bangsa, serta norma dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Demikan pula pendidikan yang berlangsung di suatu suku atau bangsa tidak terlepas dari gambaran dan cita-cita. Hal ini yang memotivasi masyarakat untuk menekankan aspek-aspek tertentu pada pendidikan agar dapat memenuhi gambaran dan cita-cita mereka. Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai akar-akarnya memengenai pendidikan.
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan berusaha  mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraaan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa mengapa, kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan  itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan ketepatanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan.
                  Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang biasa diamati hanya sebagian kecil saja.
c.    Landasan Psikologi dalam Pendidikan
Psikologi merupakan ilmu jiwa, yakni ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang selalu berada dan melekat pada manusia itu sendiri. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani.
            Adapun hubungan psikologi dengan ilmu pengetahuan alam (sains) adalah ilmu pengetahuan alam mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi. Dengan memisahkan diri dari filsafat, ilmu pengetahuan alam mengalami kemajuan yang cukup cepat, hingga ilmu pengetahuan alam menjadi contoh bagi perkembangan ilmu-ilmu lain, termasuk psikologi, khususnya metode ilmu pengetahuan mempengaruhi perkembangan metode dalam psikologi. Kenyataan, bahwa karena pengaruh ilmu pengetahuan alam, psikologi mendapatkan kemajuan yang cukup cepat, sehingga akhirnya psikologi dapat diakui sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri terlepas dari filsafat, walaupun pada akhirnya, metode ilmu pengetahuan alam ini tidak tidak seluruhnya digunakan dalam lapangan psikologi, oleh karena perbedaan dalam objeknya. Sebab ilmu pengetahuan alam berobjekkan manusia yang hidup, sebagai makhluk yang dinamik, berkebudayaan, tumbuh berkembang, dan dapat berubah pada setiap saat. (Ahmadi dan Supriyono, 2003)
d.        Landasan Sosiologi dalam Pendidikan
Ada sejumlah definisi tentang sosiologi, namun walaupun berbeda-beda bentuk kalimatnya, semuanya memiliki makna yang mirip. Pidarta (2001) menyatakan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
Sejalan dengan lahirnya pemikiran tentang pendidikan kemasyarakatan, pada abad ke-20 sosiologi memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah proses pendidikan yang bisa mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Perwujudan cita-cita pendidikan sangat membutuhkan bantuan sosiologi. Konsep atau teori sosiologi memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina para siswa agar mereka bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman. Para guru dan pendidik lainnya akan menerapkan konsep sosiologi di lembaga pendidikan masing masing.
Salah satu bagian sosiologi yang dapat dipandang sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan ini membahas sosiologi yang terdapat pada pendidikan. Pertama adalah tentang konsep proses sosial, yaitu suatu bentuk hubungan antar-individu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Proses sosial menjadikan seseorang atau kelompok yang belum tersosialisasi atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi atau sosialisasinya semakin meningkat. Mereka semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dan sebagainya.
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara pendidik dengan anak didik. Dapatnya anak didik bergaul karena memang baik pendidik maupun anak didik adalah merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu saling berintegrasi, saling tolong menolong, salin gingin maju, ingin berkumpul, ingin menyesuaikan diri, hidup dalam kebersamaan dan lain sebagainya. Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan potensi yang dibawa sejak lahir.
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan.

e.         Landasan Antropologi/ Budaya dalam Pendidikan
Kebudayaan yaitu keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Sebagai sosialisasi, pendidikan berarti suatu proses mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, sedangkan sebagai enkulturasi, pendidikan berarti suatu proses mempersiapkan individu agar menjadi manusia yang berbudaya.  Pendidikan sebagai pranata sosial dalam rangka proses sosialisasi dan/atau enkulturasi untuk mengantarkan individu ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, serta untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat dan kebudayaannya.
Pendidikan informasl adalah pendidikan yang berlangsung secara wajar atau alamiah di dalam lingkungan hidup sehari-hari (keluarga, pergaulan teman sebaya, pergaulan di tempat bekerja, ritual keagamaan, adat-istiadat). Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung di jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang berlangsung di luar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang dalam waktu yang relative singkat dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pelatihan penataran, seminar, kelompok belajar, kursus).
Nilai budaya yang kemudian dijadikan sebagai landasan /dasar kultural pendidikan, mengandung pengertian bahwa pendidikan itu selalu mengacu dan dipengaruhi oleh perkembangan budaya manusia sepanjang hidupnya. Budaya masa lalu berbeda dengan budaya masa kini, dan berbeda pula dengan budaya masa depan.
Ini berarti bahwa kebudayaan merupakan salah satu pijakan di dalam pendidikan yang berpengaruh terhadap proses pendidikan yang berlangsung. Sebaliknya pendidikan itu sendiri akan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan baru yang menyebabkan berkembanganya kebudayaan yang ada. Dengan demikian terjadi hubungan timbal balik, di mana kebudayaan menjadi landasan pendidikan dan pendidikan mengarahkan pada berkembangnya kebudayaan yang baru.
f.         Landasan Hukum dalam Pendidikan
Diantara peraturan perundang-undangan RI yang paling banyak membicarakan pendidikan adalah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sebab undang-undang ini bisa disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.
Undang-undang no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mngembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilannya yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dalam landasan hukum terdapat Standar Nasional Pendidikan yang merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adapun lingkup Standar Nasional Pendidikan yaitu:
1)          Standar Isi
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh siswa pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Pada penjelasan bagian kedua (Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum) pasal 6 ayat 1 (kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pada tingkat SMP dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berfikir ilmiah, kritis dan mandiri (Tim Asa Mandiri, 2006: 56).

2)          Standar Proses Pembelajaran
Standar Proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. (Tim Asa Mandiri, 2006: 20).
3)         Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Sarana pendidikan adalah fasilitas-fasilitas yang digunakan secara langsung dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai. Prasarana pendidikan merupakan segala sesuatu yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan menjadi penting karena mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui pengadaan sarana dan prasarana.
4)          Standar Penilaian Pendidikan
       Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar siswa.
       Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang Standar Penilaian Pendidikan dapat dilihat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No 20 Tahun 2007. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1)        Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
2)        Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
3)        Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
5)             Standar Lulusan Pendidikan
       Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Lulusan  adalah juga implikasi dari Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasa 27 ayat 1, UUSPN nomor 20 tahun 2003, standar lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan siswa meliputi standar lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar lulusan minimal mata pelajaran.
       Standar lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Adapun fungsi standar kelulusan adalah sebagai berikut:
  • ·            Standar lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian   dalam penentuan kelulusan siswa dari satuan pendidikan.
  • ·            Standar lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  • ·         Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  • ·            Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
g.        Landasan Empiris/ Penelitian Terdahulu dalam Pendidikan
Landasan empiris pendidikan dikenal pula sebagai landasan ilmiah pendidikan atau landasan faktual pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak  dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb.
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme (Calhoun, 2002).
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan tradisi positivism. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang berbeda.
C.      Deskripsi Model/ Strategi Pembelajaran
a.       Model
              Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pendidik. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
              Model pembelajaran memiliki ciri-ciri khusus yaitu:
·         Rasional Teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya
·         Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar
·    Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil
·         Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
Pendidik sangat membutuhkan model pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran dan hasil belajar peserta didik yang sesuai dngan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Namun tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dengan model pembelajaran yang sama. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, pendidik harus memperhatikan keadaan atau kondisi peserta didik, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaranlan belajar peserta didik.
b.        Pendekatan
                   Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Roy Kellen (1998) mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada pendidik (teacher centered approaches) yang menurunkan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat peserta didik menurunkan strategi pembelajaran inkuiri dan pembelajaran induktif.
            Dalam hal ini di gunakan Pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR) yaitu suatu pendekatan yang dalam penggunannya melibatkan semua panca indera, karena pada penggunaanya peserta didik dituntut untuk menyimak penjelasan, lalu peserta didik juga harus bisa memecahkan masalah yang timbul yang berkaitan dengan materi dan mengemukakan pendapat atas masalah tersebut dan terakhir peserta didik dituntut untuk mengerjakan soal baik dalam bentuk tulisan atau kuis. Dengan penggunaan banyak panca indera yang terlibat, maka akan meningkatkan pemahaman belajar peserta didik.
1)             Belajar dengan Menanggapi dan Mendengarkan (Auditory)
            Mendengar atau mendengarkan adalah menangkap atau menerima suara melalui indera pendengaran. Pendengaran terhadap bunyi-bunyian, ini berarti apa yang baru saja didengar atau terdengar tidak segera hilang, melainkan masih terngiang dan masih turut bekerja dalam apa yang didengar atau terdengar pada saat berikutnya.
     Tanggapan  biasanya didefinisikan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Suryabrata (2001:36) berpendapat sebenarnya definisi ini kurang menggambarkan materinya, sebab hanya menunjuk kepada sebagian saja dari tanggapan itu. Tanggapan diperoleh dari penginderaan dan pengamatan. Tanggapan ialah merupakan unsur dasar dari jiwa peserta didik. Tanggapan dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menolong dan menimbulkan keseimbangan diantara peserta didik.
2)         Belajar Dengan  Memecahkan Masalah (Intellectually)
Memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan, sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah-masalah. Kita perlu mencari penyelesaiannya. Apabila kita gagal dengan suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah, kita harus mencoba menyelesaikannya dengan cara lain. Kita harus berani menghadapi masalah untuk menyelesaikannya.
     Terkait dengan masalah, Hudoyo (dalam Erman Suherman, 2003:10)  mengatakan bahwa suatu pertanyaan merupakan masalah bagi seseorang, bila orang itu tidak memiliki aturan atau hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.
     Untuk menyelesaikan suatu masalah, kita dapat menggunakan beberapa cara penyelesaian. Untuk memperoleh kemampuan dalam menyelesaikan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam menyelesaikan berbagai masalah, khususnya yang menyangkut masalah fisika. Dalam pengajaran fisika, penyelesaian masalah merupakan salah satu pendekatan atau metode yang digunakan dalam belajar mengajar. Olehnya itu, hal terpenting yang harus dilakukan adalah bagaimana penyelesaian masalah itu diintegrasikan dalam kegiatan belajar mengajar fisika.
     Hudoyo  (dalam Erman Suherman, 2003:12) mengemukakan bahwa :
”Strategi pemecahan masalah fisika yang meliputi  empat langkah utama dengan sejumlah langkah pendukung. Langkah tersebut adalah: (1) Memahami masalah, (2) Merencanakan penyelesaian, (3) Melaksanakan penyelesaian, dalam menyelesaikan masalah, setiap langkah dicek apakah sudah benar atau belum; (4) Melihat kembali, pengecekan dilakukan untuk mengetahui”.
            Sementara itu, John Dewey(dalam Supriadi Dedi, 1997:16)  menyebutkan lima langkah dasar untuk  pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
a.       Menyadari bahwa masalah itu ada
b.      Identifikasi masalah
c.       Penggunaan pengalaman sebelumnya atau informasi yang relevan untuk penyusunan hipotesis
d.      Pengujian hipotesis untuk beberapa solusi yang mungkin
e.       Evaluasi terhadap solusi dan menyusun kesimpulan berdasarkan bukti yang ada.
            Dengan memperhatikan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah itu merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menemukan suatu jalan keluar dari masalah yang dihadapi yang berupa langkah-langkah penyelesaian yang dibuat sedemikian sehingga masalah tersebut dapat diselesaikan. Adapun kemampuan-kemampuan tersebut disesuaikan dengan langkah-langkah penyelesaian masalah masalah yang umum atau yang biasa digunakan yaitu kemampuan dalam memahami masalah, menyusun rencana (memilih strategi) penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan mengkomunikasikan penyelesaian masalah dengan uraian.
3)        Belajar Dengan Cara Pemberian Tugas Atau kuis (Repetition)
             Dalam pengajaran fisika, pemberian quis merupakan pemberian soal latihan kepada peserta didik pada waktu proses belajar mengajar berlangsung untuk diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia.
 Pemberian kuis digunakan untuk memberikan latihan kepada peserta didik, kemudian pendidik bersama peserta didik membahas soal yang dianggap sukar, dengan tujuan meningkatkan minat dan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Selain itu, pemberian kuis ini juga diharapkan dapat memotivasi peserta didik untuk menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diajarkan di kelas. Tujuan lain yang ingin dicapai melalui pemberian kuis ini adalah untuk melihat kemampuan perorangan peserta didik terhadap materi/pokok bahasan fisika yang diajarkan.
Jadi pemberian quis ini dilakukan dengan harapan bahwa yang diberikan oleh setiap peserta didik adalah jawaban yang dibuat sendiri oleh peserta didik di kelas. Berbeda halnya dengan peserta ddidik yang diberikan tugas rumah, ada kemungkinan bukan peserta didik tersebut yang mengerjakannya tetapi orang lain. Jadi bila hal tersebut terjadi, maka akan sulit mengukur kemampuan peserta didik dengan baik, sehingga pada akhirnya pemberian kuis dalam pembelajaran fisika diharapkan dapat menambah semangat dan motivasi peserta didik untuk belajar.
c.    Strategi
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan pendidik dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Wina Senjaya, 2008).
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan pendidik dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).
d.        Metode
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Menurut Nana Sudjana (2005: 76) metode pembelajaran adalah, “Metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan pendidik dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan M. Sobri Sutikno (2009: 88) menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri peserta didik dalam upaya untuk mencapai tujuan”.
Dalam hal ini peneliti menerapkan metode team work atau pembelajaran kelompok. Menurut Ibrahim, dkk (2000: 5-6) metode team work atau pembelajaran kelompok merupakan pembelajaran yang dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kelompok. Peserta didik bekerja dalam situasi pembelajaran kelompok didorong atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas dan mereka harus mengkoordinasi usahanya menyelesaikan tugasnya.
Dengan kata lain metode team work yaitu suatu cara menyajikan materi pelajaran dimana guru mengelompokkan peserta didik ke dalam beberapa kelompok atau group tertentu untuk menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan, dengan cara bersama-sama dan bertolong-tolongan.
a)            kebaikan metode kerja kelompok :
·         Menumbuhkan rasa kerjasama.
·         Menumbuhkan rasa ingin maju dan mendorong anggota kelompok untuk tampil sebagai kelompok yang terbaik sehingga dengan demikian terjadilah persaingan yang sehat
·         Kemungkinan terjadi adanya transfer pengetahuan antar sesama dalam kelompok yang masing-masing dapat saling isi mengisi dan melengkapi kekurangan dan kelebihan antar mereka.
·         Timbul rasa kesetiakawanan sosial antar kelompok/group yangb dilandasi motivasi kerja sama untuk kepentingan dan kebaikan bersama.
·         Suatu tugas yang luas dapat segera diselesaikan.
b)          Kekurangan metode kerja kelompok :
  • Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung kepada orang lain.
  • Bila kecakapan tiap anggota tidak seimbang, akan rnenghambat kelancaran tugas, atau didominasi oleh seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar