BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perubahan kurikulum membawa implikasi
terjadinya perubahan pada proses pembelajaran. Perubahan yang dimaksud adalah
dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah/tanya jawab ke
proses pembelajaran yang menggunakan beragam metode-metode pembelajaran yang
terbukti secara efisien dapat merubah pola pikir peserta didik yang secara
langsung berdampak pada meningkatnya hasil belajar fisika peserta didik, dan
memberikan peranan yang besar terhadap kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta
didik selama proses pembelajaran secara menyeluruh.
|
Untuk
mengatasi hal tersebut di atas berbagai upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Keberhasilan peningkatan mutu pendidikan
khususnya fisika tergantung dari berbagai faktor, antara lain peserta didik itu
sendiri, materi pelajaran, pendidik dan orang tua, strategi belajar mengajar
yang disiapkan oleh pendidik, paling tidak pendidik menguasai materi yang
diajarkan dan terampil dalam mengajarkannya.
Hal
ini tergantung dari metode dan pendekatan yang digunakan dalam proses belajar
mengajar. Jadi pendekatan yang perlu dikembangkan sebagai alternatif yang
sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan agar proses belajar mengajar
lebih efektif dan efisien adalah metode yang benar-benar melibatkan peserta
didik selama proses belajar berlangsung.
Melalui
observasi yang dilakukan terungkap, bahwa SMP Muhammadiyah 12 Makassar
mengalami permasalahan yang pada umumnya sama dengan permasalahan yang telah
dipaparkan di atas.
Hal
ini disebabkan karena pembelajaran
fisika di sekolah menengah masih didominasi oleh pendidik (teacher
center) yang berakibat timbul
rasa jenuh pada peserta didik ketika menerima pelajaran, dimana aktivitas
peserta didik hanya mencatat, mendengar, dan sedikit bertanya sehingga peserta
didik menganggap bahwa mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang sulit,
bahkan merupakan mata pelajaran yang kurang menarik dan sangat membosankan. Hal
ini berakibat pada rendahnya hasil belajar fisika yang sering dijadikan
indikator rendahnya mutu pendidikan di sekolah tersebut.
Dengan demikian, untuk meningkatkan
hasil belajar peserta didik maka dibutuhkan metode dan pendekatan pembelajaran yang lebih baik dan sesuai dengan
minat dan kemampuan peserta didik secara keseluruhan.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka
penulis tertarik untuk meneliti dengan mengangkat judul “Penerapan Metode Team Work dengan Pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR)
Dalam Pembelajaran Fisika Peserta Didik Kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar.”
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang
dikemukakan di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Seberapa
besar hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, sebelum menerapkan
metode Team Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
2.
Seberapa
besar hasil belajar peserta didik kelas VIII
SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun
Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, sebelum menerapkan
metode Team Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
3.
Seberapa
besar hasil belajar peserta didik kelas VIII
SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun
Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik, sebelum menerapkan
metode Team Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
4.
Seberapa
besar hasil belajar peserta didik kelas VIII
SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun
Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, setelah menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
5.
Seberapa
besar hasil belajar peserta didik kelas VIII
SMP Muhammadiyah 12 Makassar
Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, setelah menerapkan
metode Team Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
6.
Seberapa
besar hasil belajar peserta didik kelas VIII
SMP Muhammadiyah 12 Makassar Tahun
Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik, setelah menerapkan
metode Team Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
7.
Apakah terdapat
perbedaan signifikan antara hasil
belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12
Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, sebelum menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR) dan setelah menerapkan
metode Team Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
8.
Apakah terdapat
perbedaan signifikan antara hasil
belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12
Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, sebelum menerapkan
metode Team Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR) dan setelah menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
9.
Apakah terdapat
perbedaan signifikan antara hasil
belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12
Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik, sebelum
menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR) dan setelah menerapkan
metode Team Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR)?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta
didik kelas VIII SMP Muhammadiyah
12 Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, sebelum menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR).
2.
Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta
didik kelas VIII SMP Muhammadiyah
12 Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, sebelum menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR).
3.
Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta
didik kelas VIII SMP Muhammadiyah
12 Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik, sebelum
menerapkan metode Team Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy, Repetition (AIR).
4.
Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta
didik kelas VIII SMP Muhammadiyah
12 Makasssar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif, setelah menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR).
5.
Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta
didik kelas VIII SMP Muhammadiyah
12 Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif, setelah menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR).
6.
Untuk memperoleh gambaran hasil belajar fisika peserta
didik kelas VIII SMP Muhammadiyah
12 Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik , setelah menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR).
7.
Untuk mengetahui perbedaan signifikan
antara hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12
Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek kognitif
sebelum dan setelah diajar dengan menerapkan
metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR).
8.
Untuk mengetahui perbedaan signifikan
antara hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 12
Makassar Tahun Ajaran
2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek afektif
sebelum dan setelah diajar dengan menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory,
Intellectualy, Repetition (AIR).
9.
Untuk mengetahui perbedaan signifikan antara
hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMA Muhammadiyah 12 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012 dalam pembelajaran fisika ditinjau dari aspek psikomotorik
sebelum dan setelah diajar dengan menerapkan metode Team
Work dengan pendekatan Auditory, Intellectualy,
Repetition (AIR).
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari hasil penelitian ini di antaranya adalah:
1.
Penentu kebijakan, dalam hal ini Kepala SMP Muhammadiyah
12 Makassar sebagai
bahan pertimbangan dalam pengelolaan proses pembelajaran dan dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif dalam usaha peningkatan kualitas sekolah.
2.
Pendidik, sebagai bahan masukan dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan,
3.
Bagi peneliti, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung untuk
meningkatkan pemahaman terhadap mata pelajaran fisika.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
DAN KERANGKA PIKIR
A.
Pembelajaran
IPA Fisika di SMP
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari
tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
|
Dengan demikian, proses pembelajaran IPA fisika
di SMP lebih ditekankan pada keterampilan
proses, sehingga peserta didik dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori-teori
dan sikap ilmiah peserta didik itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif
terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.
a.
Tujuan Mata Pelajaran IPA di SMP
Mata pelajaran IPA di SMP bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)
Meningkatkan keyakinan terhadap
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan
alam ciptaannya.
2)
Mengembangkan pemahaman tentang berbagai
macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positif dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4)
Melakukan inkuiri ilmiah untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta
berkomunikasi.
5)
Meningkatkan kesadaran untuk berperan
serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan serta sumber daya
alam.
6)
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai
alam dan keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7)
Meningkatkan pengetahuan, konsep dan
keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya.
b.
Ruang
Lingkup Mata Pelajaran Fisika di SMP
Bahan
kajian fisika untuk SMP merupakan kelanjutan dari bahan kajian IPA SD meliputi
aspek-aspek berikut:
1)
Materi dan sifatnya
2)
Energi dan perubahannya
3)
Bumi dan alam semesta
c.
Hakikat Pembelajaran Fisika
Pada hakikatnya
IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. IPA
adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu,
terbuka, jujur, dan sebagainya. Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA,
dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi,
perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui
eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep (Trianto,
2010:137). Sehingga dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu yang mempelajari
gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang
dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah
yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori
yang berlaku secara universal.
Menurut Prihantoro
(Trianto, 2010:142) bahwa, merujuk pada hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang
dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain:
a)
Kecakapan
bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah.
b)
Keterampilan
dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen
untuk memecahkan masalah.
c)
Memiliki
sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik kaitannya dalam
pelajaran maupun dalam kehidupan.
Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA fisika
diharapkan dapat memberikan:
1. Meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan kerteraturan alam ciptaannya.
2.
Mengembangkan pemahaman
tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
terhadap adanya hubungan yang saling mempengerahui antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7.
Meningkatkan pengetahuan
mengenai konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya (Depdiknas dalam Trianto, 2010:143).
B.
Landasan Model / Strategi Pembelajaran
a.
Landasan
Spiritual dalam Pendidikan
Landasan spiritual merupakan landasan yang paling
mendasari dari landasan-landasan pendidikan, sebab landasan spiritual merupakan
landasan yang diciptakan oleh Allah SWT, yakni Tuhan yang Maha Kuasa. Landasan
spiritual itu berupa firman Allah SWT dalam kitab suci Al Qur’an dan Al Hadits
berupa risalah (tuntunan) yang dibawakan oleh Rasulullah (utusan Allah) yakni
Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam (SAW) untuk umat manusia, berisi
tentang tuntunan-tuntunan atau pedoman hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidup baik di dunia maupun di akhirat nanti, serta merupakan rahmat bagi
seluruh alam.
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan
tentang pentingnya suatu pengetahuan. Seperti dalam Surat Az-Zumar ayat 9 yang berbunyi
:
“Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.”
Ayat
diatas mengisyaratkan pentingnya belajar atau berpengetahuan. Perbandingan
antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui sangat jelas.
Bahkan dijelaskan bahwa hanya orang-orang yang berakal yang dapat menerima
pelajaran.
Ayat
yang lain yaitu pada surah Al- Isra’ ayat 36 yang artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Demikian pula, Hadits
Nabi tentang kewajiban mencari ilmu:
“ Mencari ilmu
diwajibkan bagi kaum muslim laki-laki dan perempuan” (HR.
Bukhori
Muslim).”
Agar manusia tidak
tersesat, terutama bagi orang-orang yang beriman. Nabi Muhammad SAW berpesan
melalui Hadits yang artinya,
“Telah aku
tinggalkan dua perkara yang apabila engkau memegang teguh keduanya, engkau
tidak akan tersesat, kedua perkara itu adalah Kitabullah (Al
Qur’an) dan
Sunnah Nabi (Al Hadits).”
Pada Landasan spiritual
terdapat pula tuntunan untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di
akherat, sebagaimana pada Hadits Nabi Muhammad SAW, artinya;
“Barang siapa
menginginkan kebahagiaan dunia, maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan
kebahagiaan akherat, maka dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya
(kebahagiaan dunia dan akherat), maka dengan ilmu.”
b.
Landasan
Filsafat dalam Pendidikan
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan
makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok
seperti: Apakah bependidikan itu? Mengapa pendidikan itu diperlukan? Apa yang
seharusnya menjadi tujuanya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan
yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafah). Filsafat
telah ada sejak manusia itu ada (Pidarta, 2001). Manusia sebagai mahluk sosial
dalam kehidupan bermasyarakat sudah memiliki gambaran dan cita-cita yang mereka
kejar dalam hidupnya, baik secara individu maupun secara kelompok. Gambaran dan
cita-cita itu yang mendasari adat istiadat suatu suku atau bangsa, serta norma
dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Demikan pula pendidikan yang
berlangsung di suatu suku atau bangsa tidak terlepas dari gambaran dan
cita-cita. Hal ini yang memotivasi masyarakat untuk menekankan aspek-aspek
tertentu pada pendidikan agar dapat memenuhi gambaran dan cita-cita mereka.
Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai
akar-akarnya memengenai pendidikan.
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat
karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat,
sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang
harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan
cara-cara penyelenggaraaan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan
proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara
kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa
mengapa, kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan itu.
Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai
keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting
karena hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan dan
tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan ketepatanya meskipun hasilnya belum
dapat dipastikan.
Filsafat
membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran
filsafat adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran
ilmu hanya ditinjau dari segi yang biasa diamati hanya sebagian kecil saja.
c.
Landasan
Psikologi dalam Pendidikan
Psikologi
merupakan ilmu jiwa, yakni ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Jiwa
atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang selalu
berada dan melekat pada manusia itu sendiri. Jiwa manusia berkembang sejajar
dengan pertumbuhan jasmani.
Adapun
hubungan psikologi dengan ilmu pengetahuan alam (sains) adalah ilmu pengetahuan
alam mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi. Dengan
memisahkan diri dari filsafat, ilmu pengetahuan alam mengalami kemajuan yang
cukup cepat, hingga ilmu pengetahuan alam menjadi contoh bagi perkembangan
ilmu-ilmu lain, termasuk psikologi, khususnya metode ilmu pengetahuan
mempengaruhi perkembangan metode dalam psikologi. Kenyataan, bahwa karena
pengaruh ilmu pengetahuan alam, psikologi mendapatkan kemajuan yang cukup
cepat, sehingga akhirnya psikologi dapat diakui sebagai suatu ilmu yang berdiri
sendiri terlepas dari filsafat, walaupun pada akhirnya, metode ilmu pengetahuan
alam ini tidak tidak seluruhnya digunakan dalam lapangan psikologi, oleh karena
perbedaan dalam objeknya. Sebab ilmu pengetahuan alam berobjekkan manusia yang
hidup, sebagai makhluk yang dinamik, berkebudayaan, tumbuh berkembang, dan
dapat berubah pada setiap saat. (Ahmadi dan Supriyono, 2003)
d.
Landasan
Sosiologi dalam Pendidikan
Ada
sejumlah definisi tentang sosiologi, namun walaupun berbeda-beda bentuk
kalimatnya, semuanya memiliki makna yang mirip. Pidarta (2001) menyatakan
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi sosiologi mempelajari bagaimana
manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana
susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu
dengan yang lain.
Sejalan dengan lahirnya pemikiran tentang pendidikan
kemasyarakatan, pada abad ke-20 sosiologi memegang peranan penting dalam dunia
pendidikan. Pendidikan yang diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah
proses pendidikan yang bisa mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup
dalam pergaulan manusia. Perwujudan cita-cita pendidikan sangat membutuhkan
bantuan sosiologi. Konsep atau teori sosiologi memberi petunjuk kepada guru-guru
tentang bagaimana seharusnya mereka membina para siswa agar mereka bisa
memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman.
Para guru dan pendidik lainnya akan menerapkan konsep sosiologi di lembaga
pendidikan masing masing.
Salah satu bagian sosiologi yang dapat dipandang
sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan ini
membahas sosiologi yang terdapat pada pendidikan. Pertama adalah tentang konsep
proses sosial, yaitu suatu bentuk hubungan antar-individu atau antarkelompok
atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Proses
sosial menjadikan seseorang atau kelompok yang belum tersosialisasi atau masih
rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi atau sosialisasinya semakin
meningkat. Mereka semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih
percaya pada pihak lain, dan sebagainya.
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara pendidik
dengan anak didik. Dapatnya anak didik bergaul karena memang baik pendidik
maupun anak didik adalah merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu
saling berintegrasi, saling tolong menolong, salin gingin maju, ingin
berkumpul, ingin menyesuaikan diri, hidup dalam kebersamaan dan lain sebagainya.
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan
potensi yang dibawa sejak lahir.
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk sosial,
menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan,
karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan
berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai
serta peradaban tinggi melalui pendidikan.
e.
Landasan
Antropologi/ Budaya dalam Pendidikan
Kebudayaan yaitu keseluruhan system
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Sebagai sosialisasi, pendidikan berarti
suatu proses mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang
diharapkan, sedangkan sebagai enkulturasi, pendidikan berarti suatu proses
mempersiapkan individu agar menjadi manusia yang berbudaya. Pendidikan sebagai pranata sosial dalam rangka
proses sosialisasi dan/atau enkulturasi untuk mengantarkan individu ke dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, serta untuk menjaga kelangsungan
eksistensi masyarakat dan kebudayaannya.
Pendidikan informasl adalah pendidikan yang
berlangsung secara wajar atau alamiah di dalam lingkungan hidup sehari-hari
(keluarga, pergaulan teman sebaya, pergaulan di tempat bekerja, ritual keagamaan,
adat-istiadat). Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung di jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal adalah
pendidikan yang berlangsung di luar jalur pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang dalam waktu yang relative
singkat dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pelatihan
penataran, seminar, kelompok belajar, kursus).
Nilai budaya yang kemudian dijadikan
sebagai landasan /dasar kultural pendidikan, mengandung pengertian bahwa
pendidikan itu selalu mengacu dan dipengaruhi oleh perkembangan budaya manusia
sepanjang hidupnya. Budaya masa lalu berbeda dengan budaya masa kini, dan
berbeda pula dengan budaya masa depan.
Ini berarti bahwa kebudayaan merupakan
salah satu pijakan di dalam pendidikan yang berpengaruh terhadap proses
pendidikan yang berlangsung. Sebaliknya pendidikan itu sendiri akan
menghasilkan kebudayaan-kebudayaan baru yang menyebabkan berkembanganya
kebudayaan yang ada. Dengan demikian terjadi hubungan timbal balik, di mana
kebudayaan menjadi landasan pendidikan dan pendidikan mengarahkan pada
berkembangnya kebudayaan yang baru.
f.
Landasan Hukum dalam
Pendidikan
Diantara
peraturan perundang-undangan RI yang paling banyak membicarakan pendidikan
adalah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sebab undang-undang ini bisa
disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan pendidikan, mulai dari
prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.
Undang-undang no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mngembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilannya
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam landasan hukum
terdapat Standar Nasional Pendidikan yang merupakan kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adapun lingkup Standar
Nasional Pendidikan yaitu:
1) Standar Isi
Standar
isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh siswa pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi
mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai
kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar
isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar,
kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Pada penjelasan bagian
kedua (Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum) pasal 6 ayat 1 (kelompok mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pada tingkat SMP dimaksudkan untuk memperoleh
kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berfikir
ilmiah, kritis dan mandiri (Tim Asa Mandiri, 2006: 56).
2) Standar Proses Pembelajaran
Standar
Proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan.
Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik
memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efisien. (Tim Asa Mandiri, 2006: 20).
3)
Standar Sarana dan Prasarana
Standar
sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan
berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Sarana
pendidikan adalah fasilitas-fasilitas yang digunakan secara langsung dalam
proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai. Prasarana pendidikan
merupakan segala sesuatu yang secara tidak langsung menunjang proses
pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan menjadi penting karena mutu
pendidikan dapat ditingkatkan melalui pengadaan sarana dan prasarana.
4) Standar Penilaian Pendidikan
Standar penilaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar siswa.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang
Standar Penilaian Pendidikan dapat dilihat pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI No 20 Tahun 2007. Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1)
Penilaian
hasil belajar oleh pendidik;
2)
Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan
3)
Penilaian
hasil belajar oleh Pemerintah.
5)
Standar Lulusan Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Lulusan adalah juga implikasi dari Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasa 27 ayat 1, UUSPN nomor 20 tahun 2003, standar
lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman
penilaian dalam menentukan kelulusan siswa meliputi standar lulusan minimal
satuan pendidikan dasar dan menengah, standar lulusan minimal kelompok mata
pelajaran, dan standar lulusan minimal mata pelajaran.
Standar lulusan untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Adapun fungsi
standar kelulusan adalah sebagai berikut:
- · Standar lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan siswa dari satuan pendidikan.
- · Standar lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- · Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- · Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
g.
Landasan
Empiris/ Penelitian Terdahulu dalam Pendidikan
Landasan empiris pendidikan dikenal pula sebagai landasan
ilmiah pendidikan atau landasan faktual pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang
bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tergolong
ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan,
landasan historis pendidikan, dsb.
Empirisme adalah sebuah
orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern
dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat
terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran
empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam
membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan
demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan
Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama
tradisi empirisme (Calhoun, 2002).
Sumbangan utama dari
aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode
ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah
fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama
dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu
alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam
metodologi ilmu pengetahuan sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan
tradisi positivism. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu
yang berbeda.
C.
Deskripsi Model/ Strategi Pembelajaran
a. Model
Model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pendidik. Dengan kata lain,
model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri khusus yaitu:
·
Rasional
Teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya
·
Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar
· Tingkah laku mengajar yang
diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil
·
Lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
Pendidik sangat membutuhkan model pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan hasil belajar peserta didik yang sesuai dngan
tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Namun tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dengan model pembelajaran yang sama.
Karena itu dalam memilih model pembelajaran, pendidik harus
memperhatikan keadaan atau kondisi peserta didik, bahan pelajaran serta
sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaranlan belajar peserta
didik.
b.
Pendekatan
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Roy
Kellen (1998) mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada pendidik (teacher
centered approaches) yang menurunkan strategi pembelajaran langsung,
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan
pembelajaran yang berpusat peserta didik menurunkan strategi pembelajaran
inkuiri dan pembelajaran induktif.
Dalam hal ini di gunakan Pendekatan
Auditory, Intellectualy, Repetition
(AIR) yaitu suatu pendekatan yang dalam penggunannya melibatkan semua panca
indera, karena pada penggunaanya peserta didik dituntut untuk menyimak
penjelasan, lalu peserta didik juga harus bisa memecahkan masalah yang timbul
yang berkaitan dengan materi dan mengemukakan pendapat atas masalah tersebut
dan terakhir peserta didik dituntut untuk mengerjakan soal baik dalam bentuk
tulisan atau kuis. Dengan penggunaan banyak panca indera yang terlibat, maka akan meningkatkan
pemahaman belajar peserta didik.
1)
Belajar
dengan Menanggapi dan Mendengarkan (Auditory)
Mendengar atau mendengarkan adalah menangkap atau
menerima suara melalui indera pendengaran. Pendengaran terhadap bunyi-bunyian,
ini berarti apa yang baru saja didengar atau terdengar tidak segera hilang,
melainkan masih terngiang dan masih turut bekerja dalam apa yang didengar atau
terdengar pada saat berikutnya.
Tanggapan biasanya didefinisikan
sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan.
Suryabrata (2001:36) berpendapat sebenarnya definisi ini kurang menggambarkan
materinya, sebab hanya menunjuk kepada sebagian saja dari tanggapan itu.
Tanggapan diperoleh dari penginderaan dan pengamatan. Tanggapan ialah merupakan unsur dasar dari jiwa
peserta didik.
Tanggapan dipandang sebagai kekuatan psikologis yang
dapat menolong dan menimbulkan keseimbangan diantara
peserta didik.
2) Belajar
Dengan Memecahkan Masalah (Intellectually)
Memecahkan
suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan
menunjukkan, sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan
masalah-masalah. Kita perlu mencari penyelesaiannya. Apabila kita gagal dengan
suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah, kita harus mencoba menyelesaikannya
dengan cara lain. Kita harus berani menghadapi masalah untuk menyelesaikannya.
Terkait dengan masalah, Hudoyo (dalam
Erman Suherman, 2003:10) mengatakan
bahwa suatu pertanyaan merupakan masalah bagi seseorang, bila orang itu tidak
memiliki aturan atau hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan
jawaban pertanyaan tersebut.
Untuk menyelesaikan suatu masalah, kita
dapat menggunakan beberapa cara penyelesaian. Untuk memperoleh kemampuan dalam
menyelesaikan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam
menyelesaikan berbagai masalah, khususnya yang menyangkut masalah fisika.
Dalam pengajaran fisika, penyelesaian masalah merupakan salah satu pendekatan atau metode
yang digunakan dalam belajar mengajar. Olehnya itu, hal terpenting yang harus
dilakukan adalah bagaimana penyelesaian masalah itu diintegrasikan dalam
kegiatan belajar mengajar fisika.
Hudoyo (dalam Erman Suherman, 2003:12) mengemukakan
bahwa :
”Strategi
pemecahan masalah fisika yang meliputi
empat langkah utama dengan sejumlah langkah pendukung. Langkah tersebut
adalah: (1) Memahami masalah, (2) Merencanakan penyelesaian, (3) Melaksanakan
penyelesaian, dalam menyelesaikan masalah, setiap langkah dicek apakah sudah
benar atau belum; (4) Melihat kembali, pengecekan dilakukan untuk mengetahui”.
Sementara
itu, John Dewey(dalam Supriadi Dedi, 1997:16) menyebutkan lima langkah dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
a. Menyadari
bahwa masalah itu ada
b. Identifikasi
masalah
c. Penggunaan
pengalaman sebelumnya atau informasi yang relevan untuk penyusunan hipotesis
d. Pengujian
hipotesis untuk beberapa solusi yang mungkin
e. Evaluasi
terhadap solusi dan menyusun kesimpulan berdasarkan bukti yang ada.
Dengan
memperhatikan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah itu merupakan suatu usaha yang
dilakukan untuk menemukan suatu jalan keluar dari masalah yang dihadapi yang
berupa langkah-langkah penyelesaian yang dibuat sedemikian sehingga masalah
tersebut dapat diselesaikan. Adapun kemampuan-kemampuan tersebut disesuaikan
dengan langkah-langkah penyelesaian masalah masalah yang umum atau yang biasa
digunakan yaitu kemampuan dalam memahami masalah, menyusun rencana (memilih
strategi) penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan
mengkomunikasikan penyelesaian masalah dengan uraian.
3) Belajar
Dengan Cara Pemberian Tugas Atau kuis (Repetition)
Dalam
pengajaran
fisika, pemberian quis merupakan pemberian soal latihan kepada peserta
didik pada waktu proses belajar mengajar berlangsung untuk diselesaikan sesuai
dengan waktu yang tersedia.
Pemberian kuis digunakan untuk memberikan latihan
kepada peserta didik, kemudian pendidik bersama peserta didik membahas soal
yang dianggap sukar, dengan tujuan meningkatkan minat dan dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik. Selain itu, pemberian kuis ini juga diharapkan dapat memotivasi peserta
didik untuk menyelesaikan soal-soal
yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diajarkan di kelas.
Tujuan lain yang ingin dicapai melalui pemberian kuis ini
adalah untuk melihat kemampuan perorangan peserta didik terhadap materi/pokok bahasan fisika yang diajarkan.
Jadi
pemberian quis ini dilakukan dengan harapan bahwa yang diberikan oleh setiap peserta
didik adalah jawaban yang dibuat sendiri oleh peserta didik di kelas. Berbeda
halnya dengan peserta ddidik yang diberikan tugas rumah, ada kemungkinan bukan peserta
didik tersebut yang mengerjakannya tetapi orang lain. Jadi bila hal tersebut
terjadi, maka akan sulit mengukur kemampuan peserta didik dengan baik, sehingga
pada akhirnya pemberian kuis dalam pembelajaran fisika diharapkan dapat
menambah semangat dan motivasi peserta didik untuk belajar.
c.
Strategi
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan pendidik dan peserta didik agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Wina Senjaya, 2008).
Sementara
itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
harus dikerjakan pendidik dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R
David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran
terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih
bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu
pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat
dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran
dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran
deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan
kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something”
sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya
(2008).
d.
Metode
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai
cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan
strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi;
(4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8)
debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Menurut Nana Sudjana
(2005: 76) metode pembelajaran adalah, “Metode pembelajaran ialah cara yang
dipergunakan pendidik dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat
berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan M.
Sobri Sutikno (2009: 88) menyatakan, “Metode pembelajaran adalah
cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi
proses pembelajaran pada diri peserta didik dalam upaya untuk mencapai tujuan”.
Dalam
hal ini peneliti menerapkan metode team
work atau pembelajaran kelompok. Menurut Ibrahim, dkk (2000:
5-6) metode team work atau
pembelajaran kelompok merupakan pembelajaran yang dicirikan oleh struktur
tugas, tujuan, dan penghargaan kelompok. Peserta didik bekerja dalam situasi
pembelajaran kelompok didorong atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu
tugas dan mereka harus mengkoordinasi usahanya menyelesaikan tugasnya.
Dengan
kata lain metode team work yaitu
suatu cara menyajikan materi pelajaran dimana guru mengelompokkan peserta didik
ke dalam beberapa kelompok atau group tertentu untuk menyelesaikan tugas yang
telah ditetapkan, dengan cara bersama-sama dan bertolong-tolongan.
a) kebaikan metode kerja kelompok :
·
Menumbuhkan rasa kerjasama.
·
Menumbuhkan rasa ingin maju dan mendorong anggota
kelompok untuk tampil sebagai kelompok yang terbaik sehingga dengan demikian
terjadilah persaingan yang sehat
·
Kemungkinan terjadi adanya transfer pengetahuan antar
sesama dalam kelompok yang masing-masing dapat saling isi mengisi dan
melengkapi kekurangan dan kelebihan antar mereka.
·
Timbul rasa kesetiakawanan sosial antar kelompok/group
yangb dilandasi motivasi kerja sama untuk kepentingan dan kebaikan bersama.
·
Suatu tugas
yang luas dapat segera diselesaikan.
b)
Kekurangan metode kerja kelompok :
- Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung kepada orang lain.
- Bila kecakapan tiap anggota tidak seimbang, akan rnenghambat kelancaran tugas, atau didominasi oleh seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar